Sepenggal Dialog
13 November 2006 by Wiyono K
di separuh akhir al ma’tsurat bibir ini keluh berhenti mengeja. tak kudapati hadirmu dalam setiap lafal huruf dan makhrajnya. mungkin engkau terlalu agung hadir diantara ucapan yang tidak memiliki ruh ini. tetapi inilah ajaran yang selama ini aku dapati. dalam ruang-ruang kelas kehidupan yang tidak lagi hafal menyebut namamu. bukankah setiap sudut peribadatan adalah puncak waktu yang seharusnya ada perjumpaan dengan wajahmu.
lafal alif yang tidak lagi fasih mengawali dzikir pagi ini. lalu bagaimana mungkin aku bisa mendoaka agar hidupku diberikan kekuatan dan keistiqomahan di hari ini. sebab ikhtiarku baru sebatas melafalkan huruf agar sempurna bacannya. agar kata demi kata yang keluar dari bibir ini memiliki makna yang engkau pahami. agar untaian kalimat yang kulafalkan semakin menambah mahabbah dan khaufku kepadamu.
berpuluh kali jika tidak ribuan kali aku menorehkan titik hitam dalam munajatku. bukan aku menghendaki engkau semakin jauh dariku. tapi raja’ yang tertanam dalam qalbuku bukanlah kerelaan penghambaan. bukanlah kesyukuran atas karunia nafas yang engkau berikan. tapi ia masih menjadi janin kesungguhan yang baru mulai tumbuh belum seberapa. lalu bagaimana mungkin engkau akan menimpakan kemarahan kepadaku.
jika engkau hanya mengasihi orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan lalu bagaimana dengan orang-orang sepertiku mencari kasih sayang. yang senantiasa larut dalam kesalahan dan lupa bertaubat kepadamu.
jika hanya orang-orang bertakwa yang akan mendapatkan kemenangan kelak lalu bagaimana dengan orang-orang sepertiku. yang masih belajar mengenalmu dan mengeja asmamu.
jika surga engkau ciptakan hanya untuk orang-orang yang suci dan bersih lalu bagaimana dengan orang-orang sepertiku. yang mencampurkan munajat do’a dengan kemaksiatan.
jika surga engkau ciptakan hanya untuk orang-orang yang bersabar lalu bagaimana dengan orang-orang sepertiku. yang senantiasa menuntut dan tidak pernah terpuaskan oleh nimatmu.
lafal alif yang tidak lagi fasih mengawali dzikir pagi ini. lalu bagaimana mungkin aku bisa mendoaka agar hidupku diberikan kekuatan dan keistiqomahan di hari ini. sebab ikhtiarku baru sebatas melafalkan huruf agar sempurna bacannya. agar kata demi kata yang keluar dari bibir ini memiliki makna yang engkau pahami. agar untaian kalimat yang kulafalkan semakin menambah mahabbah dan khaufku kepadamu.
berpuluh kali jika tidak ribuan kali aku menorehkan titik hitam dalam munajatku. bukan aku menghendaki engkau semakin jauh dariku. tapi raja’ yang tertanam dalam qalbuku bukanlah kerelaan penghambaan. bukanlah kesyukuran atas karunia nafas yang engkau berikan. tapi ia masih menjadi janin kesungguhan yang baru mulai tumbuh belum seberapa. lalu bagaimana mungkin engkau akan menimpakan kemarahan kepadaku.
jika engkau hanya mengasihi orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan lalu bagaimana dengan orang-orang sepertiku mencari kasih sayang. yang senantiasa larut dalam kesalahan dan lupa bertaubat kepadamu.
jika hanya orang-orang bertakwa yang akan mendapatkan kemenangan kelak lalu bagaimana dengan orang-orang sepertiku. yang masih belajar mengenalmu dan mengeja asmamu.
jika surga engkau ciptakan hanya untuk orang-orang yang suci dan bersih lalu bagaimana dengan orang-orang sepertiku. yang mencampurkan munajat do’a dengan kemaksiatan.
jika surga engkau ciptakan hanya untuk orang-orang yang bersabar lalu bagaimana dengan orang-orang sepertiku. yang senantiasa menuntut dan tidak pernah terpuaskan oleh nimatmu.