Berfikir Ulang Tarbiyah(ku)

Lantunan qira’at dari mimbar mesjid memecah keheningan malam. Mengisi dan memenuhi ruang bathin yang telah lama alpa dari khusyu dan tawadhu. Mengingat kembali hakikat dan makna kehidupan yang singkat ini. Bahkan benar-benar singkat. Kalaupun tak mampu menerawang hingga jauh ke akhirat paling tidak malam ini kita bisa tafakkur dan tadzakkur sejenak.

Menelisik lebih jauh lagi jenak peristiwa yang pernah kita torehkan. Kebermaknaan kita ditengah-tengah keluarga yang paling kita cintai. Keberartian kita ditengah-tengah ummat dan jama’ah ini. Tentunya bukan sekedar kisah epik yang di buat-buat. Melainkan sejumput amal kebaikan yang memang dilakukan dengan ikhlas dan cerdas. Bukan untuk membanggakan diri dan ujub pula, hanya mengukur diri apakah layak kita disebut seorang dai. Apakah kehadiran kita selama ini diatas kesadaran yang tulus ataukah hanya ditenggelamkan oleh euphoria sesaat.
Pada akhirnya kita pun berhenti pada satu titik kegelisahan tertentu. Tak perlu mendebat apakah kita berhenti pada titik kegelisahan yang sama atau tidak. Setiap kita akan berkecendrungan untuk berhenti pada titik kegelisahan yang berbeda-beda. Dan (saya) mencoba untuk mengukur titik kegelisahan diri sendiri. Untuk mecoba merivew makna literaterian kata yang pernah kita hapalkan dan jabarkan.

Ketika mendengar kata-kata ’ummat’ masih adakah cinta yang selalu mengharu biru perasaanmu. Ketika mendengar kata-kata ’dakwah’ masih adakah ghiroh dan semangat juang yang memenuhi hati dan jiwamu. Ketika mendengar kata-kata ’qiyaumullail’ masih adakah kerinduan yang terperi dari hatimu. Ketika mendengar kata-kata ’ukhuwwah’ masih adakah itsar yang menyertai hari-harimu. Ketika mendengar kata-kata ’palestina’ masihkan terselip doa’ untuk adik kecilmu disana dalam munajatmu. Ketika mendengar kata-kata ’amanah’ masih adakah ruhul istijabah yang memuncah dari dirimu.

Barangkali iya dan barangkali juga tidak. Barangkali pasti atau barangkali ragu-ragu. Barangkali menjawab yakin dan barangkali juga menjawab dengan ketakutan tidak berkesusaian. Dan barangkali sebahagian kita adalah segolongan sedikit yang tidak kesemuanya jawaban diatas. Yaitu segolongan yang justru mempertanyakan kembali atas semua hal diatas. Maafkan kami ya Rabb.

Hanya sebatas belajar untuk mengumpulkan keyakinan yang berserakan. Untuk kemudian dirangkai menjadi keimanan yang kokoh dan paripurna. Belum menjadi hujjah yang hakiki ketika hendak menghadapMu kelak. Siapa tahu Tuhan tidak begitu cinta lagi dengan orang-orang yang mengaku dirinya paling mencintai. Tuhan tak begitu dekat lagi dengan orang-orang yang mengaku paling dekat dan mengaku paling banyak berbuat berjuangn untuk ummat. Siapa tahu Tuhan tak lagi menolehkan pandangan kepada orang-orang yang mengaku dirinya paling soleh diantara sekian banyak orang yang mengaku dirinya hanif. Maafkan kami ya Rabb.

Penutup
Lantunan qira’at dari mimbar mesjid memecah pagi buta. Mengisi dan memenuhi ruang bathin yang telah lama alpa dari khusyu dan tawadhu. Mengingat kembali hakikat dan makna kehidupan yang singkat ini. Bahkan benar-benar singkat. Kalaupun tak mampu menerawang hingga jauh ke akhirat paling tidak sepagi ini kita bisa tafakkur dan tadzakkur sejenak.

Dan jadikanlah kami orang-orang yang berhenti pada titik kegelisahan yang sama dengan orang-orang pilihanMu. Orang-orang yang senantiasa berhenti pada titik kegelisahan yang sama dengan Al Banna dan Sayyid Quthb sehingga mereka harus syahid.

Berikanlah kami kekuatan ikhtiar sehingga bisa berbuat seperti apa yang kami katakan.


Alhamdulilah.Bandung.Al Kautsar.17.03.07.

0 comments: