[Sayap sejarah yang mulai patah]'Bahasa kita...'
26 August 2006 by Wiyono K
Ada nada harmoni yang belakangan ini hilang dari bahasa kita. Ia tidaklagi mampu melahirkan prosa 'epik' yang menjadi penyemangat kita dalammenjalani kehidupan ini. Terbias oleh sederetan daftar pertanyaan yangtidak bisa dijawab untuk saat ini. Kecuali engkau telah mengalaminyasendiri. Atau telah meninggalkannya.
Ukhuwah kita adalah bahasa yang telah menjadi kekakuan dan keterasinganmakna. Tidak mampu menjadi spirit untuk mengabadikan recik-recikperjuangan ini dalam sebuah himpunan narasi seperti indahnya perjuangan diPalestina. Atau gegap seru yang membahana di tepian Shabra dan Nablus,Palestina.
Silaturahmi kita adalah bahasa yang menggoreskan pesan singkat dalam hatiyang susah untuk diselami artinya. Hanya sebuah bentuk keakraban sesaatyang entah hari keberapa ia akan dilupakan. Ia telah menjadi buktikepandiran kemanusiaan dalam melihat sesamanya. Bukan untuk menambah rasakesyukuran atas nikmat persaudaraan yang telah dianugerahkan. Ia jugatelah menjadi bias lantaran hiruk pikuk kehidupan.
Amal kita adalah bahasa yang telah menjadi absurd oleh peran-perankesejarahan yang tidak tahu untuk apa diperbuat. Sepotong episode yangmemperlihatkan kepahlawanan tanpa pengorbanan utuh. Pemimpin tanpa rakyatyang ia ayomi. Panglima perang tanpa prajurit yang siap untuk berjuangbersama. Ia hanya menjadi satu babak sinema kehidupan yang siap untukdiputar berkali-kali. Untuk kali lain akan digantikan oleh orang-orangyang tidak kalah cerdasnya untuk menggantikan peran itu.
Kesungguhan kita adalah bahasa yang tidak lagi menorehkan pahala ditepianmunajat kita. Hanya fase dalam hitungan waktu, agar tidak disebuat orangyang berdosa. Atau hanya malu saja dilihat anak-anak Palestina yangsekarang ini sedang bersembunyi dari balik mayat-mayat orang tuanya.
Munajat kita adalah bahasa yang tidak lagi mampu menghadirkan buliran airmata setiap rukuk dan sujudnya. Apalah lagi hendak mencapai keparipurnaanmurakobah kita dengan Allah. Kecuali sepotong keharuan yang menggeluyutsetiap malam kita tentang kecemasan kehambaan yang setiap hari berbuatmaksiat.
Bahasa kita telah kehilangan harmoni indah.
[Dibawah Tarikh Sya'ban 1427]
Ukhuwah kita adalah bahasa yang telah menjadi kekakuan dan keterasinganmakna. Tidak mampu menjadi spirit untuk mengabadikan recik-recikperjuangan ini dalam sebuah himpunan narasi seperti indahnya perjuangan diPalestina. Atau gegap seru yang membahana di tepian Shabra dan Nablus,Palestina.
Silaturahmi kita adalah bahasa yang menggoreskan pesan singkat dalam hatiyang susah untuk diselami artinya. Hanya sebuah bentuk keakraban sesaatyang entah hari keberapa ia akan dilupakan. Ia telah menjadi buktikepandiran kemanusiaan dalam melihat sesamanya. Bukan untuk menambah rasakesyukuran atas nikmat persaudaraan yang telah dianugerahkan. Ia jugatelah menjadi bias lantaran hiruk pikuk kehidupan.
Amal kita adalah bahasa yang telah menjadi absurd oleh peran-perankesejarahan yang tidak tahu untuk apa diperbuat. Sepotong episode yangmemperlihatkan kepahlawanan tanpa pengorbanan utuh. Pemimpin tanpa rakyatyang ia ayomi. Panglima perang tanpa prajurit yang siap untuk berjuangbersama. Ia hanya menjadi satu babak sinema kehidupan yang siap untukdiputar berkali-kali. Untuk kali lain akan digantikan oleh orang-orangyang tidak kalah cerdasnya untuk menggantikan peran itu.
Kesungguhan kita adalah bahasa yang tidak lagi menorehkan pahala ditepianmunajat kita. Hanya fase dalam hitungan waktu, agar tidak disebuat orangyang berdosa. Atau hanya malu saja dilihat anak-anak Palestina yangsekarang ini sedang bersembunyi dari balik mayat-mayat orang tuanya.
Munajat kita adalah bahasa yang tidak lagi mampu menghadirkan buliran airmata setiap rukuk dan sujudnya. Apalah lagi hendak mencapai keparipurnaanmurakobah kita dengan Allah. Kecuali sepotong keharuan yang menggeluyutsetiap malam kita tentang kecemasan kehambaan yang setiap hari berbuatmaksiat.
Bahasa kita telah kehilangan harmoni indah.
[Dibawah Tarikh Sya'ban 1427]
Wah, subhanallaah... berbakat euy ! Sebagai sesama penulis yang mungkin lbh sering dinikmati sendiri, saya sarankan buat bikin buku. dari dulu sy juga mw bikin buku tapi tidak konkret. ada bbrp file tulisan saya. gmn kalo kita join, bikin sebuah 'makar' besar ?! hnya stimulus untuk makin konkret :) makasih. -dini ki'01-
aku hanya ingin meneguknya sekali saja, sehingga rasa itu tidak selalu hadir.. dan jika aku lupa, maka cukup kuingat rasa itu dalam-dalam, sedalam hati dan pikirku mampu menjamahnya...