Hingga Semesta ‘Bertasbih’

Hampir setiap pagi orang-orang bergegas berjalan hendak mendapati cahaya matahari untuk pertama kalinya. Setengah berlari mereka menuju titik horizon yang memendarkan berkas merah jingga. Untuk sekedar merasakan hangatnya fajar pagi. Sambil membisikkan harapan-harapan akan datangnya kebaikan hari ini. Menggantungkan cinta dan do’a yang tak pernah khatam sekalipun harus melisankannya berulang-ulang.

Apa gerangan yang menjadikan semesta ini begitu hangat dan ramah menyambut mereka. Apakah lantaran orang-orang menyayanginya? Apakah lantaran orang-orang selalu ramah dan bersahabat dengan semesta?. Jawaban lugasnya adalah tidak. Setiap hari kita menginjak bumi dengan hamparan tanahnya yang tak pernah merasa terhinakan lantaran diinjak.

Setiap saat, kita orang-orang yang berjalan di kolong langit ini semakin tak pernah merasakan keteduhan oleh payungan langit yang tak bertiang itu. Semakin berumur dan sepuh menghuni bumi ini orang-orang semakin tak sadar dan lupa diri dengan siapa sebenarnya mereka berhadapan. Sementara jiwa dan kehidupan kita bergerak mengalir hingga ke muara asal nantinya, namun amal tak jua sempurna ditunaikan. Sehingga tiba-tba saja seseorang baru tersadar langkah yang sudah dilaluinya. Baru tersadar setelah sekian lama berada di ruang kehidupan ini dengan berbagai macam pencapaian dan kegagalannya. Segala bentuk amal dan do’a-do’anya. Baru tersadarkan setelah banyaknya waktu yang terbuang dengan kesiaan. Perkataan yang tak ada manfaatnya bagi diri dan Tuhannya. Ditambah setumpuk dosa dan kedustaan. Setelah lupa bagaimana berterimakasih dengan sebaik-baik cara.

Ternyata semesta masih ikhlas menerima perlakukan itu semua. Masih mau menopang kehidupan orang-orang yang lupa berterimakasih dan lupa bersyukur. Kalau tak mau dikatakan sekedar mampir di dunia milik Tuhan ini, ternyata kita bukan apa-apa dan tak akan menjadi apa-apa jika tak ada kasih sayang yang terus menerus mangayomi. Justru ketidakapa-apaan itulah yang menjadikan manusia lupa akan kasih sayang dari Dzat yang menjadikannya menjadi apa-apa. Rumit memang mendefenisikannya. Tapi tak serumit jika kita benar-benar mau berdialog dengan semesta ini.

Apapun perlakuan yang telah tertorehkan dan sebesar apapun itu. Apakah menyakitkan atau penuh ketersanjungan. Sungguh jikapun semua makhluk tak berterimakasih kepada pemilik semesta ini, Ia tak akan merugi sedikitpun. Tak akan berhenti dengan Kebesaran dan Kesempurnaan yang dimilikiNya. Tetapi kitalah yang akan dipermalukan kelak. Akan menjadi bulan-bulanan atas kebodohan yang benar-benar jahiliyah. Bukankah Ia telah memberikan banyak contoh. Mengajari cara berterimakasih dengan kadar dan kemampuan yang disesuaikan dengan kesanggupan setiap orang. Dengan kata lain ada banyak cara untuk bertemu denganNya. Tetapi jika tak mau belajar untuk itu maka bersiaplah tersesat didalam labirin semesta yang tak bertepi ini.

0 comments: